Menjadi Sosok di Depan

Tepat seminggu lalu, saya didaulat untuk mewakili teman-teman dari Girls In Tech Indonesia untuk menjadi salah satu pembicara tentang Technologi dan Perempuan di sebuah acara bernama ‘Super Women Camp’. Acara yang berisi seminar dan workshop yang diadakan oleh sebuah komunitas lokal Perempuan Punya Karya (PPK) yang ada di Yogyakarta.

Sebenarnya undangan itu buat bos saya, tapi berhubungan ia berhalangan di tanggal tersebut, ia meminta saya. Seperti yang saya janjikan kepada diri saya untuk tidak menolak untuk menerima tantangan. Saya tidak berpikir lama ketika bos saya, Anan, meminta saya untuk yang datang.

Saat tawaran itu diinfokan ke saya, waktunya masih 3 minggu lebih sebelum acara. Namun, dari situ segalanya berlalu dengan cepat. Saya kemudian langsung berhubungan dengan pendiri komunitas PPK untuk mendapatkan brief lebih lanjutnya.

Saya dijelaskan bahwa saya akan membawakan kelas ‘Technology’ namun karena audience-nya sangat beragam, saya diminta untuk tidak membahas hal-hal teknis dalam teknologi seperti coding dll.

Dari 3 minggu lebih itu, saya sudah alokasi waktu; seminggu pertama adalah waktu saya memikirkan topik yang pas untuk dibahas dan bisa di-share tanpa bosan; seminggu lagi untuk membuat materi presentasi dan seminggu terakhir untuk saya berlatih.

Tetapi entah kenapa, seminggu itu juga pekerjaan sedang menuntut fokus saya. Dari yang meng-cover rekan kerja yang cuti dan banyak hal-hal lain yang memang urgent dilakukan minggu itu, sehingga semua rencana alokasi waktu saya berantakan.

Jika ditanya apakah saya gugup? Saya sangat gugup. Saya bersemangat tapi sekaligus kuatir juga gugup. Bagaimana jika materi saya tidak memberikan knowledge baru, bagaimana jika mereka merasa sia-sia ketika datang ke sesi saya, bagaimana jika saya tiba-tiba blank? Bagaimana jika saya sakit perut di tengah-tengah presentasi? Bagaimana jika mereka lebih tau dari saya? Berbagai macam kekuatiran bikin saya stres. Saya bolak balik ganti topik. Bagaimana dan apa.

Saya tontonin TedTalk setiap hari untuk mencari referensi, saya baca buku How To Deliver a TED Talk   namun semakin banyak saya baca dan saya tonton, topik di kepala saya makin mentah. So, with determined mind, I have to finish the presentation deck in H-7. And yet, it is still delay. Materi presentasi saya bolak balik saya ganti sampai saya merasa deck saya tidak berguna.

Saya sempat share kegelisahan saya ke beberapa teman tentang apakah kapabilitas saya cukup sebagai pembicara. Hmmm… jawaban mereka tidak seperti apa yang saya ingin dengar sih. Well, they are good friends because they’re telling the truth. But, they all said they supported me and believe in me.

Yup. In the end, it’s all in me. I am the one that can control whether i will succeed or like all my worries. I finally finished the presentation material, I asked my co-worker to help me with my promotional video, I practised until fell asleep. I kept telling myself, you’re brave girl, you can do this. you can do this. And I pray… a lot. Especially on that day. From the first i wake up, took the first flight, landed until the moment I must stood in front of class audience.

At the end, saya tidak bisa bilang kemarin itu sempurna, justru jauh dari sempurna. Dari skenario yang sudah saya hapal, beberapa malah saya lewatkan, tapi beberapa saya masukkan improvisasi di tempat. Saya banyak mengeluarkan ‘eeee’. Saya tidak bisa memakai clicker-nya. (padahal saya sudah minta)

“It’s still far from Ted Talk, but atleast you don’t choke or blank in front of audience” That was I said to myself. “You are being you”.

You know, when you’re in the front, staring at those no expression faces, you will think ‘damn! My talk makes them bore’. And I almost eat up by my own thoughts. But, nevertheless, i succeed to ignore all the worries and stick to the script I wrote.

Beyond my expectation, audience were welcome dan friendly. At the end of session, they asked a lot questions about my presentation and also ask a lot of selfie with me.

You know, I have never been asked for a selfie together with stranger. I felt weird and awkward. Why do they want to have selfie with me? But I keep smile and service them gladly.

Saya merasa geli namun sekaligus menikmati sensasi itu. Mungkin ini rasanya jadi ‘Bule’ yang diajak foto bareng sama orang lokal hanya karena ‘bule’nya.

Hari itu jadi milestone baru buat saya. Excited, nervous tapi sekaligus menyenangkan. Saya menambah lagi ‘air di gelas’ saya.

Sebelum saya check out dari hotel dan mengejar pesawat untuk balik ke Jakarta, saya berikan pukpuk kecil di pundak saya, memberi penghargaan untuk apa yang telah saya lakukan sendiri dengan hasil saya sendiri. “Tetap belajar ya and keep curious” i told to myself in the mirror.